PURBALINGGA - Dalam rangka memeriahkan hari jadi Kabupaten Purbalingga yang ke-191 Pemerintah Kabupaten Purbalingga melalui Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata menggelar Festival Ngapak di objek wisata Golaga (Goa Lawa Purbalingga), Kegiatan dilaksanakan selama dua hari sejak Sabtu hingga Minggu, tanggal 18-19 Desember 2021.
Selama berlangsung Festival, bahasa yang digunakan pada pembukaan hingga penutupan kegiatan menggunakan bahasa Daerah Jawa ngapak panginyongan dialek setempat.
Menurut Kepala Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Dinporapar) Purbalingga Ir Prayitno, M.Si dalam sambutannya mengatakan Festival Ngapak mengambil tema ‘Semanak Grapyak’.
Tema ini menurutnya menggambarkan semangat kebersamaan dan keramahtamahan masyarakat Purbalingga dan Banyumas raya.
"Festival yang baru pertama kali digelar di wilayah Banyumas raya ini sebagai salah satu upaya melestarikan bahasa daerah, khususnya bahasa Banyumasan. Sebagai orang Banyumas, tentu kita harus bangga dengan bahasa Ngapak-ngapak yang dikenal dengan blakasutanya/cablaka, " ungkapnya, Sabtu (18/12/2021).
Adapun rangkaian kegiatan yang dilaksanakan pada Festival Ngapak kali ini antara lain, pentas seni damesan dan calung, sarasehan tentang bahasa Ngapak yang menghadirkan budayawan Ahmad Tohari dari Banyumas dan Agus Sukoco dari Purbalingga.
Selain itu juga ada pagelaran ebeg, lomba cerdas cermat ngapak, kemah ngapak, pemutaran layar tanjleb, lomba stand up komedi ngapak, lomba band ngapak dan bazar produk UMKM.
Dalam kegiatan tersebut juga ada sosialisasi gempur rokok illegal maupun cukai illegal.
Sementara itu, Kapten Chb Riswanto Danramil 09/Karangreja Kodim 0702/Purbalingga yang turut hadir dalam kegiatan tersebut mengapresiasi penyelenggaraan Festival Ngapak agar tidak tergerus zaman.
“Sangat bagus, bahasa Ngapak atau Panginyongan ini adalah upaya untuk melestarikan bahasa daerah "Banyumasan" yang kian ditinggalkan. Banyak anak muda yang merantau ke kota lantas melupakan bahasa daerah, ” tuturnya.
Menanggapi hal tersebut Ratna Palupi salah satu peserta sarasehan mengatakan penutur bahasa Jawa ngapak semakin berkurang. Menurutnya banyak stigma yang dilekatkan pada orang berbahasa ngapak dengan penilaian ndeso atau bahkan katro, sehingga tergerus oleh bahasa lainnya yang dianggap lebih modern.
Ia pun mengajak agar bahasa Jawa ngapak dialek panginyongan ini untuk terus dilestarikan.
“Mari untuk dimulai dari keluarga dalam nguri-uri bahasa Jawa ngapak dialek panginyongan ini, agar generasi muda lebih mengenal dan mencintai bahasa ngapak, ” pungkasnya. (RP)